![]() |
Ketika perang antar suku masih
merupakan pola kehidupan di zaman nenek moyang, seorang anak yang cemerlang
diselamatkan oleh orangtuanya dari pembataian musuh dengan menyembunyikannya di
balik sebuah gong. Sang anak pun luput dari maut, bertumbuh dewasa dan kemudian
hari menjadi panglima perang. Demikian hikayat asal-usul marga Purba
Sigumonrong yang memiliki kesejajaran dengan kisah Nabi Musa yang diselamatkan
dalam keranjang bayi di sungai Nil.
Gong menjadi lambang Purba
Sigumonrong yang menggambarkan jiwa ketokohan, panutan dan penentu dalam
kehidupan masyarakat. Sebelas anak panah (dalam bahasa Simalungun : sapuluh
sada) melambangkan sentra-sentra penyebaran kaum marga Purba Sigumonrong di
berbagai huta hasusuran (Cingkes, Marubun Lokkung, Raya Panribuan, Bahapal
Raya, Mappu, Raya Tongah, Sondi Raya/Partayuban, Sinondang/Bawang, Bah Bolon,
Sambosar dan Nagori Dolog) yang berapapun jumlahnya semuanya terikat dalam satu
kesatuan yang bulat. Tulisan PURBA SIGUMONRONG berwarna hitam menggambarkan
ketegasan sikap dan ketegaran. Latar belakang awan dan langit nan biru
menggambarkan kelembutan dan keceriaan hati. Nuansa merah-hitam dari bola dunia
dan panah api yang melesat melambangkan keberanian menerobos ke masa depan
dengan semangat menggemuruh genderang Sigumonrong
Ditulis dan didisain oleh Bp St. Holman
Purba Sigumonrong
